Senin, 16 Agustus 2010
Petugas Kec. Pangalengan merasa kesulitan menertibkan bangunan permanen, semipermanen, ataupun tenda yang berdiri di areal Kebun Teh Walatra, Desa Sukamanah, Kec. Pangalengan. Sebanyak 127 keluarga yang menempati lahan perkebunan tersebut tidak mau pindah meski sudah empat kali digelar musyawarah.
Ada motif untuk mendapatkan tanah perkebunan yang saat ini mereka tempati. Meski sebagian rumah korban gempa sudah dapat bantuan pemerintah dan layak huni, mereka tetap berada di tenda ataupun bangunan semipermanen di Kebun Walatra, kata Camat Pangalengan Haris Taufik, saat dihubungi melalui telefon selulernya, Minggu (15/8).
Diberitakan sebelumnya, Federasi Serikat Pekerja Perkebunan (FSP Bun) mendesak aparat Kec. Pangalengan dan kepolisian menertibkan rumah permanen ataupun tenda-tenda yang masih berada di Kebun Teh Walatra, Desa Sukamanah. Warga, sebagian di antaranya korban gempa bumi, menempati lahan milik perkebunan bahkan berusaha memilikinya sehingga tidak mau pindah.
Haris mengatakan, Muspika Kec. Pangalengan sudah mengadakan empat kali musyawarah dengan aparat Desa Sukamanah dan perwakilan warga yang masih menempati lahan Kebun Teh Walatra. Kami sudah tawarkan agar mereka pindah ke tanah kas Desa Sukamanah yang akan dibangun Palang Merah Indonesia (PMI) Kab. Bandung berupa rumah-rumah bambu. Fasilitas sosial juga disediakan PMI, tetapi mereka tetap menolak pindah.
Muspika Pangalengan juga sudah menghubungi Perusahaan Daerah Agrobisnis dan Pertambangan (PDAP) Jabar yang memiliki lahan ratusan hektare di Pangalengan. Namun, tanah milik PDAP Jabar sudah lama digarap masyarakat sehingga mereka tak mau tanah PDAP itu dipakai untuk menampung korban gempa bumi dari Desa Sukamanah.
PT Perkebunan Negara (PTPN) VIII juga tidak mau melepaskan sebagian tanah Kebun Teh Walatra untuk menampung korban gempa. Kami ingin agar warga pindah ke lokasi baru, apalagi PMI sudah menyiapkan dananya. Tapi kalau ngotot ingin tetap berada di Kebun Teh Walatra, silakan saja datang sendiri ke PTPN VIII.
Warga menilai tanah di Kebun Teh Walatra lebih rata, sehingga enggan pindah ke tanah kas Desa Sukamanah. "Sebagian warga sudah membangun semipermanen, malah ada yang permanen. Padahal, kami melarang warga membangun rumah semipermanen apalagi permanen," katanya.
Seorang buruh petik daun teh Kebun Walatra, Nandang, mengaku sudah bekerja sebagai pemetik teh selama 28 tahun tetapi tidak mendapatkan tanah dari PTPN VIII. Apabila 127 keluarga itu tetap bertahan di areal perkebunan, kata Nandang, bisa menjadi modus baru agar bisa menguasai tanah-tanah perkebunan. Bisa saja pekerja perkebunan memilih berdiam diri di tanah milik kebun agar mendapatkan bagian tanah. Kalau caranya seperti ini, tanah-tanah perkebunan akan hilang.
: Harian Umum Pikiran Rakyat,Senin 16 Agustus 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar