Jumat, 12 November 2010

Guru Honorer Tagih Janji



SOREANG,(Koranbasi)-
Guru honorer Pendidikan Agama Islam (PAI) mempertanyakan janji pengangkatan menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Pasalnya meski sempat melakukan beberapa kali proses pemberkasan data, namun hingga kini tidak pernah ada kejelasan mengenai tindak lanjut proses tersebut.

"Sudah tidak terhitung berapa biaya yang sudah saya keluarkan untuk proses pemberkasan ini. Tapi kejelasan tindak lanjutnya belum ada terus," ujar Abdul Rozak, salah seorang guru honorer PAI di salah satu sekolah negeri di Kec. Cicalengka, Kamis (11/11).

Dikatakan, dirinya sudah menjadi guru honorer PAI sejak 14 tahun lalu. Honor yang diterimanya pun masih jauh dari upah minimum kabupaten (UMK). Meski demikian, Abdul mengaku masih menaruh harapan, suatu saat dirinya akan diangkat menjadi guru PNS.

Pada tahun ini, Abdul mengaku sudah melakukan dua kali pemberkasan. Tidak termasuk proses pemberkasan yang telah ia lakukan sejak beberapa tahun lalu.

Menurut Abdul, proses pemberkasan ini selalu membutuhkan uang yang lumayan untuk transportasi dari Cicalengka ke Baleendah, biaya fotokopi, dll. "Kalau dihitung-hitung sejak awal hingga sekarang, mungkin biaya yang sudah saya keluarkan untuk pemberkasan ini hampir Rp 1 juta," katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Kab. Bandung, Arifin Sobari mengatakan, pengangkatan PNS dari guru honorer telah diatur dalam PP 48/2005 junto PP 43/2007 tentang Sistem Pengangkatan Guru Honorer.

Dalam PP itu dikatakan, guru honorer yang diangkat menjadi PNS tanpa tes adalah guru honorer yang sudah memiliki masa kerja minimal satu tahun per 31 Desember 2005 dan honorariumnya dibiayai APBN maupun APBD. Tak hanya itu, usia maksimal guru honorer tersebut 48 tahun.

Jadi, kata Arifin, sebenarnya para guru honorer, apalagi yang berstatus guru honorer yayasan atau sekolah yang tidak dibiayai APBN atau APBD, harus mempertanyakan jika ada permintaan pemberkasan oleh petugas dinas terkait. Pasalnya dikhawatirkan proses pemberkasan itu hanya sebatas janji-janji palsu.

"Seharusnya, sebelum proses pemberkasan dilakukan, guru honorer yang ada di Kab. Bandung ini diberi SK oleh bupati atau minimal kepala dinas pendidikan, sebagai bentuk pengakuan bahwa mereka diakui pemerintah daerah," usul Arifin.

Sulit dipahami

Hingga saat ini, proses pengakuan secara legal formal belum ada. Jadi secara prosedural sebenarnya akan sulit dipahami jika para guru honorer ini dijanjikan akan diangkat menjadi PNS. "Kondisi ini sama dengan pengajuan bantuan dari pemerintah daerah, ibaratnya yang mengajukan tidak memiliki KTP setempat. Ini akan sulit," cetusnya.

Untuk itu, Arifin mengimbau agar para guru honorer tidak diiming-imingi janji-janji semata. Melainkan bentuk keberpihakan yang lebih pasti, berupa pemberian SK oleh bupati atau kepala dinas, sehingga para guru honorer ini diakui pemerintah daerah.

Dikatakan Arifin, pemerintah daerah biasanya beralasan keberadaan para guru PAI ini merupakan tanggung jawab Departemen Agama. Padahal pemerintah daerah kini tidak lagi memiliki kewenangan untuk menangani persoalan-persoalan yang berkaitan dengan instansi vertikal, seperti Departemen Agama

Tidak ada komentar: