Kab. Bandung. Koran Basi.- Pemerhati lingkungan hidup yang juga Ketua Litbang Pemuda Pancasila Kab. Bandung, Ajat Sudrajat, S.H., S.E., M.Si. menegaskan, untuk menanggulangi terjangan banjir di sejumlah kecamatan di Kab. Bandung, harus ada keberanian dari pemerintah terkait terutama Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) untuk penyodetan/pelebaran Sungai Citarum sepanjang 5 km. Yaitu dari Curug Jompong, Kec. Margaasih hingga ke bagian hulu di Kec. Baleendah. "Penyodetan Sungai Citarum dari batas curug hingga ke arah Kec. Baleendah atau Kec. Dayehkolot harus menjadi fokus perhatian pemerintah dan BBWSC. Itu yang menjadi salah satu solusi menanggulangi banjir. Karena itu, harus ada keberanian dari pemerintah untuk mendorong BBWSC agar mempercepat pelaksanaan penyodetan Curug Jompong," kata Ajat di Desa Cibodas, Kec. Solokanjeruk, Kab. Bandung, Minggu (8/5). Menurut Ajat, penyodetan di batas Curug Jompong itu sangat memungkinkan karena ada penurunan aliran sungai berupa air terjun. Jika curug itu disodet hingga ke arah hulu sejauh 5 km ke arah Baleendah maka akan meminimalisasi banjir yang selama ini rutin terjadi dan menjadi ancaman bagi masyarakat di Kab. Bandung. "Kalau sudah dilakukan penyodetan, Sungai Citarum akan mengalir dengan deras. Sekaligus membawa material lumpur yang mengendap ke hilir yang bermuara di Waduk Saguling, Kab. Bandung Barat. Untuk proses menangani endapan lumpur di Waduk Saguling, itukewenangan pengelola waduk," katanya. Menurutnya, jika penyodetan selebar 8 meter di kiri kanan dilakukan, aliran sungai di wilayah Baleendah, Bojongsoang, Solokanjeruk, Majalaya, dan Kec. Ibun lancar karena bagian hilirnya sudah tertata. "Penyodetan akan mengurangi genangan air di Baleendah, Majalaya, dan sekitarnya. Ibaratnya saya memasukkan air ke dalam paralon. Jika ada yang menyumbat, otomatis air pun menggenang atau tertahan. Maka untuk menanggulangi banjir, caranya dengan penyodetan Curug Jompong tadi," tuturnya. (GM) |
Selasa, 10 Mei 2011
BBWSC Harus Sodet Citarum
KoranBasi (KBU) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar mendesak Pemprov Jabar untuk melakukan tindakan tegas untuk menghentikan proyek-proyek pembangunan perumahan elite, hotel, dan objek wisata di kawasan Bandung Utara (KBU). Pemerintah harus membatalkan dan menolak izin serta rekomendasi baru bagi pengembangan dan pembangunan di kawasan tersebut. "Pemprov Jabar dan kabupaten kota harus segera bertindak tegas menghentikan proyek-proyek pembangunan perumahan elite, hotel, objek wisata, dan yang sedang dijalankan oleh pihak pengembang atas nama pribadi atau pemilik lahan," ujar Direktur Walhi, Dadan Ramdan dalam keterangan persnya, Minggu (8/5). Menurutnya, saat ini ditemukan ada proyek pembangunan fasilitas wisata, hotel, dan perumahan elite di Kec. Cimenyan, Kab. Bandung, yaitu di Desa Cimenyan, Desa Mekar Saluyu, Desa Ciburial, dan Desa Cimenyan. Proyek tersebut telah dilakukan sejak 2010 dan masih berlangsung hingga saat ini. Padahal proyek pembangunan di KBU tersebut jelas-jelas melanggar aturan tata ruang yang tercantum dalam Perda No. 1/2008 tentang pengendalian pemanfaatan ruang di KBU. "Pada pasal 35 tentang larangan, setiap orang dilarang mendirikan bangunan di KBU tanpa izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, mengubah fungsi pemanfaatan ruang di kawasan lindung, melakukan alih fungsi lahan pertanian beririgasi teknis, dan melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin," ujar Dadan. Ia menilai, izin pembangunan sejumlah pengembang di KBU saat ini tidak dilengkapi dokumen perizinan yang benar. Berdasarkan pengaduan warga setempat, proyek pembangunan yang dijalankan di Kec. Cimenyan telah menimbulkan dampak lingkungan hidup terhadap warga sekitar seperti longor, banjir dan kehilangan mata air, konflik sosial, dan rusaknya fasilitas sosial. Kasus tersebut, terjadi di Kp. Ciosa, Suka Akur, Pasirsoang, dan Babakan Cikutra di Desa Mekar Saluyu, Kp. Cihareulang, Desa Cimenyan, lokasi jalan Pakar Timur, Desa Ciburial. "Bencana ekologis ini berdampak pada terancamnya keselamatan warga, rusaknya sarana perumahan warga, fasilitas sosial seperti jalan warga dan kerugian-kerugian secara ekonomi bagi masyarakat. Oleh karena itu perlindungan pemerintah terhadap hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya harus segera diberikan kepada warga sekitar KBU," katanya. Walhi pun pun meminta agar data pemegang dan pemohon izin dan salinan perizinan pengembang yang berada di KBU dapat disebarluaskan kepada publik. (GM) |
Minggu, 01 Mei 2011
BANDUNG, KOMPAS.com - Banjir bandang yang menerpa Majalaya, Kabupaten Bandung, Sabtu (30/4/2011) surut pada Minggu (1/5/2011) dini hari. Namun, masalah lanjutan sudah mengikuti yaitu lumpur yang terbawa air.
Menurut pengamatan Kompas dan koran basi , Minggu siang, lumpur tertinggal di jalan utama Majalaya maupun pemukiman penduduk. Tebalnya tidak main-main, hingga 20 sentimeter.
Menurut warga sekitar, ketebalannya lebih parah saat air baru surut yakni sekitar 40 cm. Warga pun bekerja bakti untuk mengeluarkan lumpur dari rumah mereka. Baik tua, muda, laki-laki, maupun perempuan bekerja sama untuk mendorong lumpur dari pemukiman mereka ke jalan utama dan selanjutnya dimasukkan ke dalam karung plastik putih.
Hingga tengah hari, sudah puluhan karung yang tertumpuk di tepi jalan tapi lumpur belum juga habis di jalan. Kondisi tersebut belum memutus akses ke kecamatan lain karena masih bisa dilalui meski pengguna jalan harus hati-hati agar tidak terpeleset.